Minggu, 31 Juli 2016

SENANDUNG RINDU (ANTOLOGI TUNGGAL WAHID MUSLIM)

SENANDUNG RINDU
ANTOLOGI TUNGGAL
WAHID MUSLIM

Saat-saat berada jauh dengan seseorang meski beberapa waktu kadang muncul perasaan gelisah dan gundah gulana. Ingin rasanya setiap pertemuan yang telah terlewati terus berulang kembali berputar. Terlebih jarak dan waktu terus memuai maka kerinduan tersebut semakin membuncah.
Inilah senandung rindu penulis yang menceritakan tentang keresahan-keresahan penulis terhadap seseorang. Perasaan sunyi karena jauh dari sosok penentram hati tak harus membuat kita sepi dari berkarya. Tentu penulis masih banyak sekali perlu belajar, keritik pedas, saran, dan masukan membangun masih dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas tulisan penulis.
 Salam Ka(r)ya!


PESAN KERINDUAN

Angin menyembul pundak dan dada
kugoreskan rindu di atas pilu
dengan rasa tanpa daya
Haruskah kutitipkan pesan ini
kepadamu, berdiam di masa lalu
melamur bersama usia waktuku

Wajahmu berlalu membawa kenangan
tidak dengan rasa yang kauberi
yang telah teguh sebagai
untaian  kata kerinduan berurat

Sekarang sudah penuh
separuh pikiranku ada padamu
datanglah biaskan tabir keheningan
Jemput aku ke dalam alam bahagia
cobalah kita halangi waktu
biarlah sepekan sebagai hari Minggu
aku menunggu jawabmu dengan cemas

Endapan Lampung Timur, 02 September 2014



JELALGA RINDU

Di bawah relung langit, tetaplah satu
Hanya jiwa terpisah jarak ragawi
Berbulan-bulan dalam bisu, gairahku tersekap
Kini bergeriak mengikiskan tingkap

Berhamburanlah jelalga rindu, bersama angin
Membawa pesan kegundahan
Akanku yang keparang senyum nirwana
--bibirmu yang tebal, lenyah dan berpendar--
terus hadir dalam halusinasi
hingga kita jumpa

Angin kembali bersama gemuruh hujan
Jelaga-jelaga rinduku menyusupi etalase jendela
Dan jatuh dalam genangan gerimis ari mata di pipimu
Pesanku kauterima,
dengan tiduran di atas kasur

Resapilah dengan selubung rasamu
segudang hasaratku
:ingin menggenggam jemarimu
Oh, haruskan perjumpaan disegerakan?
Malam-malamku terus bergemintang
dengan sejuta pesonamu
18-04 sd 10-05 2014 // 14-07-2016


YANG DALAM KARENA RINDU

Dalam palung sunyi, aku gemakan kegundahan. Hatiku sepi di pagi yang harmoni.

Dengan kebisuan aku ajak burung-burung, sejenak heningkan jejeritan sambutan semburat fokus fajar.

Di bawah relung langit aku tak sendiri. Kita satu, hanya saja jarak kian membesingkan bisikan hati.
--Komunikasi kontak batin yang ditertawakan orang-orang jalanan.

Dan dalam dadaku tergenangi peluh rindu. Kian suam hasratku berjuluk, memaksaku berdengus. Tak kuasa lagi, aku terus terbayang-bayang panorama pesonamu.

Karenamu aku masih berani bermimpi. Pribadimu bukan tanpa tapi. Namun semua harapan tak dapat begitu saja aku enyahkan. Aku masih sendiri, tanpa tanganmu penyeka gerimis batin ini.

LAMTIM 140414


MERONCE SEUTAS KENANGAN

Terus kugores kata dalam sajak
Kuronce seutas rasa rindu
Rindu kenangan masa silam.
Di mana aku terus menggurat garis tawamu
Dan setiap kali terselip kegundahan di ujung matamu,
Selalu aku yakinkanmu, bahwa: engkaulah seketsa harapanku
aku percaya kelak engkau menjadi jodohku.

Kini anganku jempalitan, melihat ragu menudungi parasmu
Nyatanya semuanya tak sebanding
Di tengah gulita, kaulepaskan genggamanku
:akulah remang-remang, cahaya redup engkau tuju.

Perjalanan kita hilang, di tengah kekalutan
Kau torehkan nyeri tiada pernah kuduga.
Bukan aku tak mampu melupakanmu
Namun harapan yang berubah kekecewaan
akan terus membingungkan angan,
Angan yang tak mampu menghapusmu:
engkau yang pupus asa, kepadaku yang tak pernah putus berharap.

25 Maret 2014


RINDU-RINDU PANJANG

Aku selipkan malam di sela-sela
daun telinga kananmu
Dan kerinduanku ini menderak dada

sudah lima putaran jarum waktu
kehadiranmu dijarakkan kesabaran
tangan astralku menjadi cakrawala
dari ufuk timur engkau lari ke tenggara

Aku selipkan malam di sela-sela
daun telinga kananmu
Melepas kerinduan palsu
hanya dalam halusinasi
bukan mimpi juga nyata

17 Mei 2014, kor 02-01 sd 14-07 2016
*”kipas angin menangisi nyamuk-nyamuk
yang harus ia usir” dibuang




SONETA SIANG SENDIRI

Siang berlalu begitu
sinar matahari redup
talas dan pandan bersatu
samping comberan, udara sayup-sayup

Kian asing manusia itu
berdiri tegap menatap hidup
di antara remukan-remukan batu
oh jiwa, kian guyup

Sendiri berarti mandiri
namun kesepian itu jahanam!
tanpa pencabut duri
luka jiwa kian tertanam
melukat batin, tercuri
kenangan kelam membenam

Lampung Timur, Agustus 2014

*Catatan beberapa hari lalu, belajar buat soneta.


MENGURAS KERINDUAN
Berulang kali aku bersajak tentang kerinduan kepadamu. Seperti menguras kolam, agar: patin, gurame, dan lele kupanen. Melalui sajak kukuras, kata demi kata tertuang dalam benak
Kenangan-kenangan sudah kurangkai. Mitos para pengemis pasar tentang keharuan penantian sudah kugadai
Cerita pengamen rindu sudah ...  Hingga semua kalimat terus terdaur ulang.
Aku sesak terisak, hanyut membandang. Kerinduanku tak jua terkuras.
Hadirlah bersama senyum barumu
Yang semakin menawan. Aku mulai kehabisan kata sakti agar kaukembali, tertinggal kata-kata rumit yang hanya dipahami kekalutan rasaku kepadamu.

04 September -21 November 2014, 29 Juli 2016


KAPAN HADIRMU

Serunai pagi tiada jemunya
menyambut duka-lara renjana
memandang cakrawala langit,
seorang jejaka
tanpa ruyung rayu

Tak jua beranjak
langkah merapat jarak
kapan gerangan hadir, menemaniku
menyedu secangkir kopi?
Aku terparang irama wisikmu;
kumati dalam perigi mimpi.

Lampung Timur, 20 April 2014


SECANGKIR KOPI RINDU

Sudah beberapa hari aku tak menyedu kopi
akibat petuah dokter sialan yang terus menghantui
tak ada pahit-manis
tak ada wangi-sedap
tak ada panas dan hangat
tak ada
kenikmatan tak mampu kuecap

pagiku sunyi, gorengan hangat tanpa secangkir kopi
iklan-iklan televisi seolah memperolok
bahwa secangkir kopi moka
kenikmatan sesungguhnya

Hingga aku mulai bosan,
aroma kopi masih menempel pada bulu-bulu hidungku
aku merindukanmu sebagaimana aku merindukan secangkir kopi

Lamtim Sore, 04 Mei 2014


MENCARI BALASAN RINDU

Harus berbicara dengan bahasa apa?
Setiap kali kuungkap perasaan
Mengendap dalam setangkai sajak
Terus berujar, pesanku sulit kauterka

Semua sajak-sajak kerinduanku ini
Kulukiskan sebagai gebyar
Letupan-letupan bunga api berwarna
Ah, engkau sangat berbahaya
telah mendentumkan  hasrat bahagia

Pahamilah dengan segenap hati
jangan kaupahami secara geramatikal
Ini tentang hatiku dan hatimu
Bukan soal kesepakatan dagang

Tak perlu engkau membalas
Dengan iringan lagu, atau selarik sajak
Tak perlu bersusah payah mengungkapkan kata
Semyum lugasmu yang tulus
Bagiku cukup
Bahwa engkau sama merasakan
Yang kurasa

14-07-2016(Pecahan Jelaga Rindu)


SEDETIK BERDURI

Satu detik itu telah lewat, melawat jejalanan berkawat
berdenting matamu, nanarku tertunduk pandang
Berulang kali waktu mengerat

Melupakanmu, kupandang bulan
namun mati dalam pelupuk
kuterawang bulan di balik awan
Oh, alis matamu terawang-awang

Satu detik itu telah terbelah
menyerpih pandang, engan terpejam
menuju hidungmu yang pesek, terlupakan
Tergulung aku, dalam guratan gerak bibirmu.

25 Agustus 2014

LANGIT MALAM

Apakah kau tahu, duhai Juwitaku?
Akan arti derai rinai hujan di luar sana
yang bersenandung tentang kerinduanku akanmu.
Sampai kini tak jua kutemukan irama merdumu.

Aku berbicara dengan kebisuanmu,
aku terus menguntai kata mencuri matamu.
Mendedah jendela hati
Menuai mutiara katamu.

Namun kesunyianku terus membayang,
tanpa nada indah yang kau lantunkan
lewat kedua katup bibirmu yang mungil.

Bisikanlah isyaratkan kepada angin malam, engkau akan terus memandang langit
menggantungkan bintang harapan
yang tak hiraukan mendung menghadang.
Karena jarak kita telah disatukan kegundahan.

11 April 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar