SENANDUNG RINDU
ANTOLOGI
TUNGGAL
WAHID
MUSLIM
Saat-saat berada jauh dengan seseorang meski
beberapa waktu kadang muncul perasaan gelisah dan gundah gulana. Ingin rasanya
setiap pertemuan yang telah terlewati terus berulang kembali berputar. Terlebih
jarak dan waktu terus memuai maka kerinduan tersebut semakin membuncah.
Inilah senandung rindu penulis yang menceritakan
tentang keresahan-keresahan penulis terhadap seseorang. Perasaan sunyi karena
jauh dari sosok penentram hati tak harus membuat kita sepi dari berkarya. Tentu
penulis masih banyak sekali perlu belajar, keritik pedas, saran, dan masukan
membangun masih dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas tulisan penulis.
Salam Ka(r)ya!
PESAN
KERINDUAN
Angin menyembul pundak dan dada
kugoreskan rindu di atas pilu
dengan rasa tanpa daya
Haruskah kutitipkan pesan ini
kepadamu,
berdiam di masa lalu
melamur
bersama usia waktuku
Wajahmu berlalu membawa kenangan
tidak dengan rasa yang kauberi
yang telah teguh sebagai
untaian kata
kerinduan berurat
Sekarang sudah penuh
separuh pikiranku ada padamu
datanglah
biaskan tabir keheningan
Jemput
aku ke dalam alam bahagia
cobalah
kita halangi waktu
biarlah
sepekan sebagai hari Minggu
aku menunggu
jawabmu dengan cemas
Endapan Lampung
Timur, 02 September 2014
JELALGA
RINDU
Di bawah relung langit, tetaplah satu
Hanya jiwa terpisah jarak ragawi
Berbulan-bulan dalam bisu, gairahku
tersekap
Kini bergeriak mengikiskan tingkap
Berhamburanlah jelalga rindu, bersama
angin
Membawa pesan kegundahan
Akanku yang keparang senyum nirwana
--bibirmu yang tebal, lenyah dan
berpendar--
terus hadir dalam halusinasi
hingga kita jumpa
Angin kembali bersama gemuruh hujan
Jelaga-jelaga rinduku menyusupi etalase
jendela
Dan jatuh dalam genangan gerimis ari
mata di pipimu
Pesanku kauterima,
dengan tiduran di atas kasur
Resapilah dengan selubung rasamu
segudang hasaratku
:ingin menggenggam jemarimu
Oh, haruskan perjumpaan disegerakan?
Malam-malamku terus bergemintang
dengan sejuta pesonamu
18-04 sd 10-05
2014 // 14-07-2016
YANG
DALAM KARENA RINDU
Dalam palung sunyi, aku gemakan kegundahan. Hatiku sepi di pagi yang harmoni.
Dengan kebisuan aku ajak burung-burung, sejenak heningkan jejeritan sambutan semburat fokus fajar.
Di bawah relung langit aku tak sendiri. Kita satu, hanya saja jarak kian membesingkan bisikan hati.
--Komunikasi kontak batin yang ditertawakan orang-orang jalanan.
Dan dalam dadaku tergenangi peluh rindu. Kian suam hasratku berjuluk, memaksaku berdengus. Tak kuasa lagi, aku terus terbayang-bayang panorama pesonamu.
Karenamu aku masih berani bermimpi. Pribadimu bukan tanpa tapi. Namun semua harapan tak dapat begitu saja aku enyahkan. Aku masih sendiri, tanpa tanganmu penyeka gerimis batin ini.
LAMTIM 140414
Dalam palung sunyi, aku gemakan kegundahan. Hatiku sepi di pagi yang harmoni.
Dengan kebisuan aku ajak burung-burung, sejenak heningkan jejeritan sambutan semburat fokus fajar.
Di bawah relung langit aku tak sendiri. Kita satu, hanya saja jarak kian membesingkan bisikan hati.
--Komunikasi kontak batin yang ditertawakan orang-orang jalanan.
Dan dalam dadaku tergenangi peluh rindu. Kian suam hasratku berjuluk, memaksaku berdengus. Tak kuasa lagi, aku terus terbayang-bayang panorama pesonamu.
Karenamu aku masih berani bermimpi. Pribadimu bukan tanpa tapi. Namun semua harapan tak dapat begitu saja aku enyahkan. Aku masih sendiri, tanpa tanganmu penyeka gerimis batin ini.
LAMTIM 140414
MERONCE SEUTAS KENANGAN
Terus kugores kata dalam sajak
Kuronce seutas rasa rindu
Rindu kenangan masa silam.
Di mana aku terus menggurat garis tawamu
Dan setiap kali terselip kegundahan di ujung matamu,
Selalu aku yakinkanmu, bahwa: engkaulah seketsa harapanku
aku percaya kelak engkau menjadi jodohku.
Kini anganku jempalitan, melihat ragu menudungi parasmu
Nyatanya semuanya tak sebanding
Di tengah gulita, kaulepaskan genggamanku
:akulah remang-remang, cahaya redup engkau tuju.
Perjalanan kita hilang, di tengah kekalutan
Kau torehkan nyeri tiada pernah kuduga.
Bukan aku tak mampu melupakanmu
Namun harapan yang berubah kekecewaan
akan terus membingungkan angan,
Angan yang tak mampu menghapusmu:
engkau yang pupus asa, kepadaku yang tak pernah putus berharap.
25 Maret 2014
Terus kugores kata dalam sajak
Kuronce seutas rasa rindu
Rindu kenangan masa silam.
Di mana aku terus menggurat garis tawamu
Dan setiap kali terselip kegundahan di ujung matamu,
Selalu aku yakinkanmu, bahwa: engkaulah seketsa harapanku
aku percaya kelak engkau menjadi jodohku.
Kini anganku jempalitan, melihat ragu menudungi parasmu
Nyatanya semuanya tak sebanding
Di tengah gulita, kaulepaskan genggamanku
:akulah remang-remang, cahaya redup engkau tuju.
Perjalanan kita hilang, di tengah kekalutan
Kau torehkan nyeri tiada pernah kuduga.
Bukan aku tak mampu melupakanmu
Namun harapan yang berubah kekecewaan
akan terus membingungkan angan,
Angan yang tak mampu menghapusmu:
engkau yang pupus asa, kepadaku yang tak pernah putus berharap.
25 Maret 2014
RINDU-RINDU PANJANG
Aku selipkan malam di sela-sela
daun telinga kananmu
Dan kerinduanku ini menderak dada
Aku selipkan malam di sela-sela
daun telinga kananmu
Dan kerinduanku ini menderak dada
sudah
lima putaran jarum waktu
kehadiranmu dijarakkan kesabaran
tangan astralku menjadi cakrawala
dari ufuk timur engkau lari ke tenggara
kehadiranmu dijarakkan kesabaran
tangan astralku menjadi cakrawala
dari ufuk timur engkau lari ke tenggara
Aku selipkan malam di sela-sela
daun telinga kananmu
Melepas kerinduan palsu
hanya dalam halusinasi
bukan mimpi juga nyata
17 Mei 2014, kor 02-01 sd 14-07 2016
*”kipas angin menangisi nyamuk-nyamuk
yang harus ia usir” dibuang
yang harus ia usir” dibuang
SONETA SIANG SENDIRI
Siang berlalu begitu
sinar matahari redup
talas dan pandan bersatu
samping comberan, udara sayup-sayup
Kian asing manusia itu
berdiri tegap menatap hidup
di antara remukan-remukan batu
oh jiwa, kian guyup
Sendiri berarti mandiri
namun kesepian itu jahanam!
tanpa pencabut duri
luka jiwa kian tertanam
melukat batin, tercuri
kenangan kelam membenam
Lampung Timur, Agustus 2014
*Catatan beberapa hari lalu, belajar buat soneta.
Siang berlalu begitu
sinar matahari redup
talas dan pandan bersatu
samping comberan, udara sayup-sayup
Kian asing manusia itu
berdiri tegap menatap hidup
di antara remukan-remukan batu
oh jiwa, kian guyup
Sendiri berarti mandiri
namun kesepian itu jahanam!
tanpa pencabut duri
luka jiwa kian tertanam
melukat batin, tercuri
kenangan kelam membenam
Lampung Timur, Agustus 2014
*Catatan beberapa hari lalu, belajar buat soneta.
MENGURAS
KERINDUAN
Berulang kali aku bersajak tentang
kerinduan kepadamu. Seperti menguras kolam, agar: patin, gurame, dan lele kupanen.
Melalui sajak kukuras, kata demi kata tertuang dalam benak
Kenangan-kenangan sudah kurangkai. Mitos
para pengemis pasar tentang keharuan penantian sudah kugadai
Cerita pengamen rindu sudah ... Hingga semua kalimat terus terdaur ulang.
Aku sesak terisak, hanyut membandang. Kerinduanku
tak jua terkuras.
Hadirlah bersama senyum barumu
Yang semakin menawan. Aku mulai
kehabisan kata sakti agar kaukembali, tertinggal kata-kata rumit yang hanya
dipahami kekalutan rasaku kepadamu.
04 September -21
November 2014, 29 Juli 2016
KAPAN
HADIRMU
Serunai pagi tiada jemunya
menyambut duka-lara renjana
memandang cakrawala langit,
seorang jejaka
tanpa ruyung rayu
Tak jua beranjak
langkah merapat jarak
kapan gerangan hadir, menemaniku
Serunai pagi tiada jemunya
menyambut duka-lara renjana
memandang cakrawala langit,
seorang jejaka
tanpa ruyung rayu
Tak jua beranjak
langkah merapat jarak
kapan gerangan hadir, menemaniku
menyedu
secangkir kopi?
Aku terparang irama wisikmu;
kumati dalam perigi mimpi.
Lampung Timur, 20 April 2014
Aku terparang irama wisikmu;
kumati dalam perigi mimpi.
Lampung Timur, 20 April 2014
SECANGKIR
KOPI RINDU
Sudah beberapa hari aku tak menyedu kopi
akibat petuah dokter sialan yang terus menghantui
tak ada pahit-manis
tak ada wangi-sedap
tak ada panas dan hangat
tak ada
kenikmatan tak mampu kuecap
pagiku sunyi, gorengan hangat tanpa secangkir kopi
iklan-iklan televisi seolah memperolok
bahwa secangkir kopi moka
kenikmatan sesungguhnya
Hingga aku mulai bosan,
aroma kopi masih menempel pada bulu-bulu hidungku
aku merindukanmu sebagaimana aku merindukan secangkir kopi
Lamtim Sore, 04 Mei 2014
Sudah beberapa hari aku tak menyedu kopi
akibat petuah dokter sialan yang terus menghantui
tak ada pahit-manis
tak ada wangi-sedap
tak ada panas dan hangat
tak ada
kenikmatan tak mampu kuecap
pagiku sunyi, gorengan hangat tanpa secangkir kopi
iklan-iklan televisi seolah memperolok
bahwa secangkir kopi moka
kenikmatan sesungguhnya
Hingga aku mulai bosan,
aroma kopi masih menempel pada bulu-bulu hidungku
aku merindukanmu sebagaimana aku merindukan secangkir kopi
Lamtim Sore, 04 Mei 2014
MENCARI
BALASAN RINDU
Harus berbicara dengan bahasa apa?
Setiap kali kuungkap perasaan
Mengendap dalam setangkai sajak
Terus berujar, pesanku sulit kauterka
Semua sajak-sajak kerinduanku ini
Kulukiskan sebagai gebyar
Letupan-letupan bunga api berwarna
Ah, engkau sangat berbahaya
telah mendentumkan hasrat bahagia
Pahamilah dengan segenap hati
jangan kaupahami secara geramatikal
Ini tentang hatiku dan hatimu
Bukan soal kesepakatan dagang
Tak perlu engkau membalas
Dengan iringan lagu, atau selarik sajak
Tak perlu bersusah payah mengungkapkan
kata
Semyum lugasmu yang tulus
Bagiku cukup
Bahwa engkau sama merasakan
Yang kurasa
14-07-2016(Pecahan Jelaga Rindu)
SEDETIK BERDURI
Satu detik itu telah lewat, melawat jejalanan berkawat
berdenting matamu, nanarku tertunduk pandang
Berulang kali waktu mengerat
Melupakanmu, kupandang bulan
namun mati dalam pelupuk
kuterawang bulan di balik awan
Oh, alis matamu terawang-awang
Satu detik itu telah terbelah
menyerpih pandang, engan terpejam
menuju hidungmu yang pesek, terlupakan
Tergulung aku, dalam guratan gerak bibirmu.
25 Agustus 2014
Satu detik itu telah lewat, melawat jejalanan berkawat
berdenting matamu, nanarku tertunduk pandang
Berulang kali waktu mengerat
Melupakanmu, kupandang bulan
namun mati dalam pelupuk
kuterawang bulan di balik awan
Oh, alis matamu terawang-awang
Satu detik itu telah terbelah
menyerpih pandang, engan terpejam
menuju hidungmu yang pesek, terlupakan
Tergulung aku, dalam guratan gerak bibirmu.
25 Agustus 2014
LANGIT
MALAM
Apakah kau tahu, duhai Juwitaku?
Akan arti derai rinai hujan di luar sana
yang bersenandung tentang kerinduanku akanmu.
Sampai kini tak jua kutemukan irama merdumu.
Aku berbicara dengan kebisuanmu,
aku terus menguntai kata mencuri matamu.
Mendedah jendela hati
Menuai mutiara katamu.
Namun kesunyianku terus membayang,
tanpa nada indah yang kau lantunkan
lewat kedua katup bibirmu yang mungil.
Bisikanlah isyaratkan kepada angin malam, engkau akan terus memandang langit
menggantungkan bintang harapan
yang tak hiraukan mendung menghadang.
Karena jarak kita telah disatukan kegundahan.
Apakah kau tahu, duhai Juwitaku?
Akan arti derai rinai hujan di luar sana
yang bersenandung tentang kerinduanku akanmu.
Sampai kini tak jua kutemukan irama merdumu.
Aku berbicara dengan kebisuanmu,
aku terus menguntai kata mencuri matamu.
Mendedah jendela hati
Menuai mutiara katamu.
Namun kesunyianku terus membayang,
tanpa nada indah yang kau lantunkan
lewat kedua katup bibirmu yang mungil.
Bisikanlah isyaratkan kepada angin malam, engkau akan terus memandang langit
menggantungkan bintang harapan
yang tak hiraukan mendung menghadang.
Karena jarak kita telah disatukan kegundahan.
11 April 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar