PETUAH HATI BERTUAH
ANTOLOGI TUNGGAL
WAHID MUSLIM
Setiap manusia memiliki rasa yang tidak
bisa di bantahkan, cinta. Cinta sejak jaman manusia pertama diciptakan telah
menimbulkan banyak kisah, petualangan, dan perjuangan. Satu rasa bernama cinta
ini menumbuhkan gejolak rasa yang lain, seperti rindu, bahagia, kecewa, amarah
hingga kebencian.
Hal yang membuat cinta menjadi seksi
untuk terus dibahas sepanjang masa, belum melululantahkan ruang dimensi alam
semesta adalah ketika tumbuh rasa cinta kepada seseorang ternyata orang
tersebut bukanah orang yang saatnya harus dimiliki namun terus dalam hati
bergejolak untuk memilik. Dalam batas harus memperjuangkan dengan terus menjaga
hati, atau melewati batas mengecup sesuatu yang belum hak menjadi milikinya
akan menimbulkan banyak problema.
Pertikaian, gejolak batin yang membadai
tak jarang membuat seseorang terpuruk. Ada pula semakin buta, menjadi
pembenaran untuk menyakiti orang lain dan merasa dirinya berhak untuk selalu
bahagia. Ada pun yang mata hatinya
terbuka, di balik problema hati yang menjadi kalap oleh sayatan sembilu
luka hati melihat ada mutiara hikmah yang bercahanya dari kisah kecewa yang
kita alami.
Antologi puisi
Petuah Hati Bertuah ini merupakan batas puisi serta tulisan penulis antara
religi dan romansa. Unsur-usur sepiritual kadang tak jarang kita temui dalam
menyemai rasa cinta, sehingga membuat kita untuk terus mengayang harapan, terus
berjuang mengalap Ridho-Nya. Serta membuat kita untuk terus menghargai diri
kita sendiri, bahwa dalam dirikita ada cahaya nurani yang jernih untuk
dijadikan penerang jalan menuju cinta sejati, ada suara batin yang terus
merintih akan cinta palsu yang hanya berlandaskan kepuasan nafsu sesaat. Selamat
menikmati. Salam ka(r)ya!
Petuah Hati Bertuah
(untuk yang bernama Aku)
Tak usah kau berpropaganda
atas hatimu yang terluka
biarlah dia berbicara apa.
Janganlah menambah alpa
sekian lama kau terluka,
kemudian membalas duka
cukup sampai begitu saja....
Betapa pelajaran yang berharga,
luka dibalas luka
apa bedanya kau dengan dia?
Tidak ada lagi cinta,
tapi panah itu telah patah di dada.
Seperti sarung tergores paku menganga,
sekalipun terjahit, terukir bekasnya.
Begitulah hati lelaki yang pernah tercantol wanita.
Panah patah itu berada di dada,
menahan denyutku untuk menyapa.
Meski tak seperti sediakala,
aku ingin di antara kita menjadi juara.
Juara melawan egois di dada.
Sekian begitu saja.
(untuk yang bernama Aku)
Tak usah kau berpropaganda
atas hatimu yang terluka
biarlah dia berbicara apa.
Janganlah menambah alpa
sekian lama kau terluka,
kemudian membalas duka
cukup sampai begitu saja....
Betapa pelajaran yang berharga,
luka dibalas luka
apa bedanya kau dengan dia?
Tidak ada lagi cinta,
tapi panah itu telah patah di dada.
Seperti sarung tergores paku menganga,
sekalipun terjahit, terukir bekasnya.
Begitulah hati lelaki yang pernah tercantol wanita.
Panah patah itu berada di dada,
menahan denyutku untuk menyapa.
Meski tak seperti sediakala,
aku ingin di antara kita menjadi juara.
Juara melawan egois di dada.
Sekian begitu saja.
Ambar Telah
Mekar
(Untukmu Yunda yang Tsiqoh di Jalan Kesolehan)
Sudah lama aku menunggu kabar,
dipetiknya bunga mekar.
Puspa yang menghindari nyanyian bar,
sadar diri sebagai sekar.
Ketika berjumpa denganmu, Ambar
cahaya iman menyambar.
Aku menanyakanmu gelar,
kadang pula undangan selembar.
Setidaknya ajaklah aku makan agar-agar.
Engkau pun menjawab dengan sabar,
layaknya beli merica dapat ketumbar.
Walau hati berkobar
tetap sabar takkan kelar....
Meski mata mengenalmu sekelebat kobar,
tak ada yang hambar.
Kau memang bunga yang Tuhan tebar,
untuk meredam mereka yang berperangai bar-bar!
Kini aku mendapat kabar, semua sudah kelar
telah dipetik dirimu Ambar.
Meski aku tak melihat, senyumku tetap lebar
walau mimpi tersadar
tanyaku Ambar, apakah kau kembar?
Melalui Seluler, 15 Juli 2013
(Untukmu Yunda yang Tsiqoh di Jalan Kesolehan)
Sudah lama aku menunggu kabar,
dipetiknya bunga mekar.
Puspa yang menghindari nyanyian bar,
sadar diri sebagai sekar.
Ketika berjumpa denganmu, Ambar
cahaya iman menyambar.
Aku menanyakanmu gelar,
kadang pula undangan selembar.
Setidaknya ajaklah aku makan agar-agar.
Engkau pun menjawab dengan sabar,
layaknya beli merica dapat ketumbar.
Walau hati berkobar
tetap sabar takkan kelar....
Meski mata mengenalmu sekelebat kobar,
tak ada yang hambar.
Kau memang bunga yang Tuhan tebar,
untuk meredam mereka yang berperangai bar-bar!
Kini aku mendapat kabar, semua sudah kelar
telah dipetik dirimu Ambar.
Meski aku tak melihat, senyumku tetap lebar
walau mimpi tersadar
tanyaku Ambar, apakah kau kembar?
Melalui Seluler, 15 Juli 2013
REMBULAN DI UFUK BARAT
Kata-kataku terbata-bata
seperti tumpukan bata tak tertata
niscaya kau tak percaya
ahli tata kata gagap bercerita.
Kasur bantal mungkin lebih baik untukku
murung-merenung, susun ungkapan kegalauan.
Tetap saja ilmu manajemen kesakitanku, tabu di depanmu
semua teori tentangmu membisu, pesonamu menaklukkan.
Ketika semua buta dengan gejolak hatinya, akan mati rasa.
Mencarimu bukan sebagai guling-kasur
bukan pengganti mesin cuci atau blender.
Namun kau penggenap separuh jiwa di rumah raga.
Aku mungkin berlebihan menjadikanmu prioritas terakhir
aku gelandangan cakrawala langit yang kehilangan jati diri
aku hanya mampu menggerutu,
tengkulak cahaya selalu mengintaimu
aku yang mudah menyerah malu berujar,
denganmu yang pantang menyerah.
Janganlah kepadaku berguru keraguan
Jagalah hatimu bila kau meragukanku
janganlah menjauhiku, ketakwaan sebagai alasan
sementara kemaksiatan kaudekati demi kezaliman.
Mataku terbuka, begitu banyak pilihan jalan
pesanku, apa pun pilihanmu jangan piilih keraguan.
Hanya seberkas cahaya
cakrawala langit,
modalku menjadi penuntun jalan.
Bila tak sudi tangan kananku menyentuh pundakmu,
terimalah ini sebagai penunjuk jalan.
Mataku akan terus menyala
hingga menemukan jati diriku di liang lahat.
Mulutku akan berkisah, mitos cakrawala langit.
Ini tawaranku untukmu Rembulan di ufuk barat
pilihan ada padamu, hidupmu kau yang menjalani.
=> Wahid Muslim
18:35
16-11-2013
BAHASA MATA PERMATA
Membaca bahasa mata, ada
seberkas binaran
permata pada kerlinganmu,
yang mulai bertakhta di
ruang hampaku.
Kemudian kejenakaan
menggoyah heningan
buatku ingin, membalas
menggoda saat berjumpa.
Bulan sabit jatuh di kedua matamu,
kembali khitmat kubaca:
engkau merindu purnama
perlahan kausinari aku.
Tirai-tirai keinginan pun tersibak,
“bolehkah aku menyimpan bola
matamu
di meja belajarku, tuk’ temaniku membaca
kehidupan?”
Jendela dunia akan kututup,
agar terus melihat terangmu
aku tahu tanpa gelap kau
kesepian.
Kau lihatku sebagai
remang-remang,
jauh dari cahaya matahari, dan
berujar
“ aku gak mau jadi bohlam
lampu belajarmu!”
Sejenak matamu memejam,
sembari tangan kiri memasang
kaca mata, mengunci gerbang
candaan.
Lalu membuka mata, menunjuk
matahari
yang perlahan berada di atas
kepala
Aku mulai paham, tak ada
kata cuma-cuma engkau
memberi kedua sinar matamu
benar saja, binarmu berkobar
membakar
nyaliku untuk berbicara
tak kuduga, teguh prinsipmu
membekas
di atas dinding-dinding iman.
Atas nama ketakwaan,
kaukedipkan
salam sampai jumpa.
Mata kaki menjatuhkan lutut,
kulihat tanganku penuh debu
tak layak menyentuh permata
indahmu.
Segudang rasa berkecamuk,
membuatku kembali
keruang hampa dengan
berjalan terpejam
dan perlahan-perlahan mentok
dihajar tembok,
aku sudah seperti orang mabok. Kekalahan tersiar.
***
Tak kuduga, setelah aku jauh
darimu
Pandangan berkibar
kauturunkan, mata permata meredup
gerbang matamu membuka dan
atas nama keasyikan engkau
memandangnya yang berdebu
Inikah muslihat? aku tak
percaya hampir dibuat tak berdaya
tak perlu kuberpetuah
setelah kau kepergok,
berbicaralah dengan seberkas
kaca, masih adakah mata permata?
20/11/2013 sd. 19/01/2016 (Kota Metro & Lampung Timur)
PENJAGA HATI YANG ANGKUH
Segurat senyum menyeret betis-betisku
embun telah binasa terbakar.
Menggelandang lewati pelataran berbangku,
senyum terus kuobral, salam kabar.
Dari depan kau menghajar mukaku,
aku pun berpaling acuh.
Kau tak mengerti jantungku memar melihat wajahmu,
kau tak mengerti, di balik acuh aku gelisah.
Kembang-kempis perasaanku terhadapmu.
Rasa kasih hidup-mati membuncah.
Rasa benci terkapar, rindu membelenggu.
Hati tergoncang dalam pelana asmara rancu.
Entah akan ke mana langkah nanti keteguhan.
Aku seperti induk ayam yang melindungi anaknya
keegoisan, harga diri, dan kesombongan,
tiga mata trisula keangkuhan menjadi anakku.
Celotehan sederhana
berkumandang
kebisuan mendera,
ketika iringan langkah bersua
acuh tanpa perduli di dunia ini kau ada.
Aku dikenal pandai
beretorika
tapi entah ke mana seribu kata ketika berjumpa
aku tak ingin binasa
hanya karena kesepian.
Aku juga tak ingin binasa karena letih menanti
kala kusendiri hatiku selalu mewanti,
bahwa aku harus waspada dengan kemaksiatan berpikir
bahwa ada janji menjaga hati dengan berzikir.
16:15 22/11/2013
Suara Hati
Sebutir Pasir
Segenggam butiran pasir, ada di tanganmu
Dalam genggamanmu, Aku sabar menunggu
Jangan kau ragu, teruslah mencariku
Ribuan butiran pasir dalam gengaman
Hanya aku, yang Tuhan sediakan
Teruslah mengurai butiran demi butiran
Jangan engkau ragu teruslah mencariku
Jangan berputus, campakan aku
Dan janganlah terlalu lama terpaku
Duhai sayangku, aku mutiara pasirmu
Carilah aku, mungkin berada diujung jarimu
Ku menunggumu, suara hatiku memanggilmu
15:53 07 Desember 2013
Segenggam butiran pasir, ada di tanganmu
Dalam genggamanmu, Aku sabar menunggu
Jangan kau ragu, teruslah mencariku
Ribuan butiran pasir dalam gengaman
Hanya aku, yang Tuhan sediakan
Teruslah mengurai butiran demi butiran
Jangan engkau ragu teruslah mencariku
Jangan berputus, campakan aku
Dan janganlah terlalu lama terpaku
Duhai sayangku, aku mutiara pasirmu
Carilah aku, mungkin berada diujung jarimu
Ku menunggumu, suara hatiku memanggilmu
15:53 07 Desember 2013
Biduk Kehidupan
Kala gelora asmara menggebu
gurat-gurat hati, tersayat bahagia.
Hingga resah, berujung kekecewaan
yang terjadi bukanlah cinta, sensasi semu hawa nafsu.
Kita hilang kesadaran, di ruang lamunan
berzina dengan fikiran.
Kini perasaanku datar,
Kuharap tetap istikamah
dalam doa mendamba: muslimah sholehah,
--tujuan hidupnya mengagumkan manusia sejagat
bukan sekedar tunduk kepada aturan adat maksiat
namun tunduk kepada Hukum Allah, Penguasa Akhirat.
Kemana biduk kehidupan berlayar?
ketika kabut menghinggapi jalan,
menuju pelabuhan keridaanNya.
Tekatku!
kala tujuan hidup mengarah kehancuran
maka, kulepaskan.
Walau resah tak jarang menantang.
Kini aku mencari kemantapan tak tertera
kala melangkah di atas jalan Allah.
Dalam harap, mejauh dari jalan perompak sesat,
yang penuh keserakahan.
Melodi asmara kini mengiringi biduk kehidupan
ke arah penggapaian kemenangan.
Kuharap Allah memantapkan bidukku
mengarungi samudra kemenangan
dan berharap mampu membelah ombak yang menerpa
ombak pembujuk sensasi kebahagian semu...
29 September, 7 November 2011 sd. 29-11-2013
Kala gelora asmara menggebu
gurat-gurat hati, tersayat bahagia.
Hingga resah, berujung kekecewaan
yang terjadi bukanlah cinta, sensasi semu hawa nafsu.
Kita hilang kesadaran, di ruang lamunan
berzina dengan fikiran.
Kini perasaanku datar,
Kuharap tetap istikamah
dalam doa mendamba: muslimah sholehah,
--tujuan hidupnya mengagumkan manusia sejagat
bukan sekedar tunduk kepada aturan adat maksiat
namun tunduk kepada Hukum Allah, Penguasa Akhirat.
Kemana biduk kehidupan berlayar?
ketika kabut menghinggapi jalan,
menuju pelabuhan keridaanNya.
Tekatku!
kala tujuan hidup mengarah kehancuran
maka, kulepaskan.
Walau resah tak jarang menantang.
Kini aku mencari kemantapan tak tertera
kala melangkah di atas jalan Allah.
Dalam harap, mejauh dari jalan perompak sesat,
yang penuh keserakahan.
Melodi asmara kini mengiringi biduk kehidupan
ke arah penggapaian kemenangan.
Kuharap Allah memantapkan bidukku
mengarungi samudra kemenangan
dan berharap mampu membelah ombak yang menerpa
ombak pembujuk sensasi kebahagian semu...
29 September, 7 November 2011 sd. 29-11-2013
Petuah Kiyai Sepuh kepada Pemuda
Kala Lazuardi terpaut oleh cakrawala fajar
ada rasa hangat menghinggapi ruang sanubari
dalam dadamu terus merekah kala bermekaran sekar.
Ketahuilah, isarat insan bernafas
di balik dada asmara bersemi.
Namun kala terik menghunjam hingga ke dalam palung hati
perlahan asmara dalam hatimu mulai kering
layu, terbakar oleh bisikan musik setan yang membara
irama nyaring, hati kering-kerontang.
Pemudaku, tak ada lagi asmara insani dalam dadamu
segalanya terkaburkan sebagai kesucian cinta.
Ketahuilah, semua itu sekadar tipudaya kepuasan hawa nafsu
setan akan terus mengahalangi dan membelakangimu.
Hadirlah musik-musik setan, mengawal setiap kautemui kepalsuan cinta
hingga hati luluh-lantah tak tersisa oleh sakit hati ditinggal cinta.
Kemudian memalingkan kepada lain hati, kauanggap kebenaran cinta
kauterus berputar dalam lingkaran setan, kaudapati nafsu bukan cinta.
Temaram
langit, indahnya pesona sore
terkecoh
atas nama pembelajaran, kau meminum
musik racun
terus
bersiklus kau alami: hatimu patah, hatimu disate
kau
keras kepala, engan kembali dalam jalan insani.
29 Desember 2013
Flamboyan
Kawanku,
usah kau bersusah-payah,
berbelas, kepada yang tak punya kasih.
Dia tak punya hati,
hatinya telah habis terbagi
untuk semua wanita.
Berulangkali tersakiti,
tapi tak pernah puas menyakiti hati.
Katakan kepadanya:
“carilah serpihan-serpihan hatimu
tak usah ikut campur urusan hatiku.”
Dia tak bakal memahamimu,
karena dia tak pahami
diri sendiri.
25 November 2011
Nubuat Proklamasi Asmara (Akulah
Cinta)
Ada yang menyebutku benci tak bertepi, tapi mereka tak kan dapat lari dariku. Ada yang menyebutku nafsu syahwat duniawi, kesatria rohani yang menentangku akan tersungkur malu. Ada yang menyebut aku tak lebih dari sekedar materi. Kau tahu, sudah banyak hartawan di pangkuanku mengharu biru. Ada yang berangan menandingiku dengan mencari lembaran misteri pembuka tabir hierarki duniawi, kau pun mengerti: pulahan pemabuk cakrawala ilmu masih jua menganggapku tabu.
Sekalipun kau mengira aku sombong, kauterus memujiku seorang yang pemurah. Sekalipun kau berkata akan mengenalku karena terbiasa bersanding, tapi kadang aku hadir kepadamu di depan pintu rumah. Kau mengatakan seketika kudatang, aku pun tak menurutimu kudatang tertatih-tatih.
Kadang kaumarah dengan kelakuanku, saat itu aku datang sebagai tawanan. Kadang kausabar lama menantiku, aku datang membawa bendera pemberotakkan. Kau berpikir aku penipu, tapi aku datang dalam setiap harapanmu. Kau berpikir aku amanah, kadang aku tak jua datang setelah sekian lama kau menunggu dan mencariku.
Apakah kauberpikir aku tak masuk akal? Kali ini kau benar, aku tidak dapat dipahami dengan akal. Aku dapat kaupahami dengan bahasa kalbumu, kau tak dapat mengingkari aku sebagai fitrah di balik dadamu. Aku tak pernah salah, kaulah yang keliru mengartikanku dengan logikamu.
Akulah cinta, sekalipun banyak yang
menjelaskan sengatanku, tapi senantiasa salah menerjemahkanku dengan
intelektualitasmu. Banyak yang memberi nama aku, tapi tak ada yang mengenalku.
Tanyakan pada Tuhanmu, seperti apa aku. Tanyakan pada Tuhanmu, untuk siapa aku.
Tanyakan pada Tuhanmu, dibawa kemana aku.
Jangan kau tersungkur menyembahku, jangan kau tersungkur memintak penjelasanku. Tugasku bukan itu, tugasku hadir sebagai jantung hatimu, posisiku berada di antara benar dan salah dalam nuranimu. Ini yang bisa kujawab atas pertanyaanmu. Selebihnya belajarlah pada jalan yang Tuhan berikan kepadamu.
Jangan kau tersungkur menyembahku, jangan kau tersungkur memintak penjelasanku. Tugasku bukan itu, tugasku hadir sebagai jantung hatimu, posisiku berada di antara benar dan salah dalam nuranimu. Ini yang bisa kujawab atas pertanyaanmu. Selebihnya belajarlah pada jalan yang Tuhan berikan kepadamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar