Minggu, 31 Juli 2016

SAJAK RAYUAN FIRDAUS

SAJAK RAYUAN FIRDAUS
ANTOLOGI TUNGGAL
WAHID MUSLIM
PROLOG
Rasa puitik sering kali tercipta saat dalam hati terbetik melihat pesona yang mengagumkan. Pesona itu memunculkan gairah yang tak terduga. Kemudian memunculkan sebuah  rayuan sebagai wujud kekaguman. Namanya rayuan sudah barang tentu ada pengharapan untuk mendapat balasan dari siempunya pesona.
Sefiksi apapun karya fiksi penulis mencoba mencari referensi dari petualangan hidup yang penulis alami dan/atau yang orang dekat alami. Pesona di sini menyeluruh, semua yang menarik hati. Juga tak selamanya serta merta muncul, kadang dari endapan-endapan kenangan indah lalu. Kemudian mencipta sebuah karya yang memunculkan gairah gembira yang sangat. Rayuan yang seolah merayu bidadari firdaus. Walau mungkin sebenarnya tak selamanya inspiratornya rupawan, namun keterpesoaan itu muncul dari dalam. Selamat menikmati, keritik, masukan dan saran penulis harapkan dari pembaca.
Salam Ka(r)ya!

Wahid Muslim


SENYUM GELIGI ASMARADANTA

Tersisa
air di atas daun
dari waktu kering embun
 hijau melekat kilat,
 bunga merah. Indah dahan menjerat
asoka buatku terpikat
tanpa wangi tetap indah
kausibak tanaman itu
saat kaulewat
menggendong tas cokelat

Kau sapa aku dengan
alur bibir menjuntai basah
Engkaulah pelukis kebahagian
Tawa sebagai kanfasmu, melukis
gambar gigi gagah,
geligimu asmaradanta.
Menebar senyum dengan percuma
sungguh tangguh
susah payah  aku, menggalah langit hasratmu.

Kau berlalu, membawa bahagiaku
pilih pula piluku, gundah tergugah
padaku yang terdiam terhenti melukiskan
senyum indahmu.
Lampung Timur, 25-26 Agustus 2014


IGAUAN

Selendang biru mengurai gelapmu
tak ada lagi tabu menggenggammu
jangan ragu mengayuh.

Bersandarlah, ayo lawan payah
kita kayuh biduk kehidupan
kita arungi hingga ke tepian.

Kau yang sedari dulu
buatku tak mampu mengurai kata
tapi siapa namamu?
ingatan menerka.

Kota Metro,Lampung 16/12/2013


BUNGA ASOKA DAN JILBAB UNGU

Jubah ungu tumpah, membungkus aurat
Di dalamnya sukma halus terdapat
Gentayangan, tas mengantung di pundak
Lewat, bunga asoka engkau sibak

Duhai jilbab ungu yang gentayangan
Aku bunga asoka, letih di pelataran
Petiklah aku sebagai pelepas keheningan
Bawa pulang aku, oleh-oleh yang di rumah

Kota Metro-Lampung, 03/12/2013, 16:10 WIB


SENYUM CAHAYA

Kuberjalan di tengah lorong malam
tanpa secercah kelebatan cahaya
hanya senyummu dalam bayang menjadi penerang.

Dalam gulita ini, masih terus kuingat kilatmu
dan kini menjelama, menjadi semangat harapan.

Aku masih terus meraba jalanmu
engkau yang hidup di tengah bayang hitam
Namun tiada ragu menebar sinar.
Sekalipun shadow master mengancam,
akan terus kaulawan dengan senyum bersahaja
bagai pijaran lilin yang tetap menghangatkan
walau dingin bersekutu dengan angin-malam.

Bila api berkobar di tengah terik, itu biasa
perjuanganmu di tengah malam.
Teruslah kaubersinar, bakar cengkraman bayang.
Aku terus menyemangatimu, dengan mewujukan dirimu
yang bersanding dalam batin,  memecahkah gulita jahanam.

25 Desember 2013 10:43, 08 Februari 2014 14:08


Tenangkan Hatimu

Biarlah aku menjamah hatimu
Seperti panas menguapkan air
Menguap hingga di puncak pagu
Biarkan aku menenangkan hatimu
Seperti tiupan sejenak, mendinginkan kopi panas

Panas dan dingin akan bersatu padu
Mufakat untuk kehangatan atau kesejukan
Aku dan kamu demikian
Agresif dan melankolis bergandengan
Bak tak ada pahit dan manis, tak ada kopi wangi

dalam mati lampu, Metro Timur 20:50 10-12-2013
SELIMUT JIWA

di sini aku berdiri
di sana kau sendiri
lalu sukmaku berlari
terus mencari
tempat tinggalmu kini

tok tok tok...
ndok, keluarlah!
lihat rembulan
menawarkan kemewahan

ia bergulat dengan awan hitam
lindungi awan putih
pergumulan yang indah!
kau terpukau, aku terpaku
 kapan kau rangkul aku?

aku kedinginan
gusar, bekas kaki berserak
aku melihat segala penjuru
mencari selimut jiwa!

aku hanya meringkuk
melihatmu dalam bayang
kau masih kusayang

Kota Metro-Lampung, 09 Januari 2014


MENJADI KITA

Akuku, kamumu
merdeka rasa mandiri

Aku, akumu
kamu, kamuku
daulat batin saling menggamit

Dia, dianya
bukan diaku bukan diamu
biarkan petisinya
berserak hingga bisu

Kau kau kau
engkau
gadis rantau sebrang pulau

Aku aku aku
daku
mendaki gunung mencari suaramu

Batin sudah satu,
kapan raga serumah haru?

Kota Metro, Lampung 10 Januari 2014


KUDATANG MENGGENDONG ASA

Dunia begitu rindang
kutulis jalan panjang
dengan rindu yang mengembang
dengan cinta kutemui engkau sayang

Hidup terasa sunyi
tanpa cinta terpatri
haruskah aku terus menawan hati?
--penjarakan wajahmu dalam  kesunyian ini

Kini aku di depan rumah
bukalah hatimu dengan ramah
ingin segera kurebah
di atas tilam resah

Tak usah sambut aku dengan pesta
cukup seisi rumah kauurai cerita
dari seberang aku membawa tahta
semoga warna senja kelak akan jadi berita.


Lampung Timur, Lampung 040214



PERIGI MATAMU LAGUNA

Duhai Juita, kulihat
kerlingan matamu terlindap kesedihan. Engkau pun mengangguk
dengan segurat senyuman yang semakin menderai.
Sungai ujung matamu pun menghulu. Jemariku menuju muara; membendung
begitu banyak mutiara yang kudulang.

Perigi matamu laguna, dari situ kumampu berkaca duka-lara
kuingin terus menyelaminya, luas dan dalam.

Aku masih ingin bersajak, sejak engkau darinya beranjak
bahwa keteguhan bukan tolok-ukur: cinta darinya penuh paksaan
Teruslah bercerita aku akan terus mendengar

Kerelaanku tak dapat kamu ukur dengan persenan cendol atau siomay
karena aku akan terus menatapmu, hingga wajahmu melindap menjadi bayang
Aku akan terus mendengarkan jeritan batinmu, hingga tersayup-sayup gaip
tanganku akan menyeka air-matamu hingga ujung jari tak ada daya lagi
Dan entah sampai kapan, aku tak dapat mengukur

Kota Metro-Lampung Timur (Lampung) 06 April Sd. 04 Mei 2014


INI MAUKU


Setiap aku berseloroh kepadamu

ada tanya yang menjadi zikirmu:

“Apa maumu?”


Sekali ini saja, tolong dengar!

:Kucari darimu, seketsa kualitas rumahku kelak.

 Kuingin sebuah hubungan saling memperbaiki diri. 


Ketika berdua di
gazeboo kaupeka sekali mengkritiku,

lanjutkan, auramu teruslah kaukembangkan.


Dan kini meneleponmu sebuah penalti darimu untukku.

Aku selalu mencari kesempatan ini untuk menyatakan ...

--yang terhalang, tersiakan, tak kau pedulikan.

Bahwa kini ada rasa gelisah, seperempat hidup tercuri
hujan panah menggelayuti hati
badai asmara menghanyutkan logika

Harus kukatakan juga:
Sekarang suaramu sudah menjadi nafasku,
Langkahmu sudah menjadi kelopak mataku.
aku mencintaimu,
kembalikanlah hatiku yang hilang untuh kembali.


Jawabanmu akan menjadi obat hatiku.

Nyatakanlah apa pun yang kaurasakan kepadaku

Diammu menjadi racun yang menyusup dalam jantung.


Kota Metro, Januari 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar