Senin, 25 Januari 2016

KABUT MERAH JAMBU



KABUT MERAH JAMBU
ANTOLOGI TUNGGAL
WAHID MUSLIM
2013 merupakan awal kesadaran saya untuk lebih intensif mengembangkan kemampuan berpuisi saya. 2014 merupakan awal kebangkitan berpuisi. Banyak sekali eksplorasi diri dan elaborasi gagasan di tahun 2014. Tahun 2015 merupakan tahun koreksi diri bagi saya, mencoba mengendalikan daya letupan dalam berpuisi.
Antologi ini sebagian besar sudah lama mengendap di notebook. Ide tak sederas tahun sebelumnya, tetapi lebih banyak mengendapkan karya. Sering terjadi, pengendapan lalu koreksi dan kembali diendapkan. Begitu proses berulangkali hinga menemukan titik kemantapan menerbitkan di tahun 2016 ini.
Cinta sesekali hadir dan membuaikan. Kadang pandangan kita terhalangi dalam melihat sesuatu yang lain. Itulah kabut merah jambu, serangkaian perasaan yang perlu kita sibak agar mudah mencapai tujuan. Juga kadang perlu kita hirup untuk merasa tenang namun keterbuaian meninabobokan.


KETAKJUBAN MAYA
 : (Bukan) Untukmu

Seperti gemintang langit dengan
rumpun seroja
Saling mengagumi namun tak
untuk memiliki

Seperti fajar puspa dengan
semburat senja mengerna
Saling mengagumi namun tak
untuk bertemu

Seperti seminau pagi
dengan kemuning padi
Menyinari indah tanpa balas

Perjumpaan tak tergenapi
hanya separuh sukma asmara
Terbang dengan sayap patah
sebelah

2131.03 DesJan 1516




PERKENALAN JIWA

Kita sudah diperkenalkan sejak sediakala
Tanpa wujud, tanpa nama, tanpa warna
Kita sudah saling berbicara
Tanpa suara, tantapa tatapan, tanpa sentuhan

Kita sudah berikrar dalam bimbingan syahadat
Sebelum kita berwajah, sebelum kita berbentuk
Sebelum kita sebagai Adam-Hawa

Kita sejumput cinta berirama kesetiaan
Tanpa rayuan, tanpa godaan
Aku separuh dirimu, dan kamu separuhku
Kita satu

Kini kita terbelah maujud dunia
Cinta kita mulai diuji, kesabaran
dengan kehendak-Nya menemani
hingga kita berjumpa
saling menggenapkan

29 Desember 2015 17:58 (saat tenggerek berhenti berbunyi dan jangkrik mulai berbunyi)



DI BALIK PANAS TERIKMU

Benarkah terikmu, membakar gelapku?
Kuragu keacuhanmu menguji kesabaranku.
Akankah kehadiranmu tanpa awan hitam?
Dahaga ku mencari tangis bahagia.

Kini gulita payungi Sang Biru berseri
di balik awan kau berdendang
gemuruhkan jantung, menyentak senyuman hampa.
Hidunggmu menumuput bayu,
 bertaburlah tirta mutiara kata
hentakkan gemersang hati kering.

Di balik terikmu kaumuakkan aku,
yang tak puas atas indahmu.
Lewat hujan deras ini
kaurintikan jiwaku yang mulai kerontang
aku sadar, keluhku buat enkau bosan
bahwakesejukan hatiku tertimbun keegoisanku.

Lamtim-Metro 2009/2011/2013/2014



MELANKOLIA JAWARA ASMARA

memadangmu tak sempurna,
bulan terbelah, dirundung mendung
hati pecah memandang jiwa redup
aku terasing bersama cinta purba

pada hayalan kita tetap muda, bersama
merengkuh senyum-tawa
memandang arakan rayuan awan
hingga malam hendak kita gapai bintang-bintang
lalu tersudut pada  tatapan mata dan
 tersesat di antara bait-bait puisi

pada akhirnya aku berdarah
saat tersadar melihat
catatan kehidupan
pada lembaran-lembaran itu
kisah-kisah tak sempurna menguburku
oh rasai, ingin kubakar saja
tetapi hasrat selalu membisiki ingin
 menggelorakan segala keinginan segera
memegang tanganmu, apa daya aku terluka
di tengah pengasingan ini

20 Nov.__15 Des. 2015

Kita Berbeda

Sejenak menoleh, kupandangi rautmu sebagai kenangan masa silam
Kau melaju, menghunus batas pandang
memandangku sebagai harapan

Kita bertemu dalam zona ketidakpasian
semua yang ada kita saling pandang meletup-letup
menarikan senja buta

Aku memimpikan yang lain
engkau bercerita memimpikanku
bagaimana aku harus bicara
jika akan membawa luka
aku juga tak mau berharakiri
lantaran mengenyahkan idealisme

Terus kautagih rayuan
terus kucaci kebimbangan
aku ingin sudahi kata tak mampu menampung makna
tapi egoku bercerita orang yang mencintai kita harus kita cinta

Malam sudah hadir bersama seruan penggundah iman
Aku sadar, kita selalu menginginkan bulan purnama kala malam
namun tak jarang Tuhan memberikan bulan buram
Kita selalu mengharapkan kelap-kelip panorama padang bintang
:penghias malam bisu
nyatanya kala jumpa, malam hadir dengan awan mendung dan gemuruh langit.

Bila kau lukisan, yang sudah ada gambar kanak-kanak harus kuselesaikan itu
toh Tuhan bukan melihat hasil, namun upaya.

LAMTIM, 140414


MENJELAJAH NIRMALA

Aku menjelajah batin
berlari meninjau sekeliling
hanya kutemukan wajahmu
sesaat sesat, merangkak
menggerayangi kerikil jalan
cahaya kian meredup, aku berdarah
leluka, kata masih terangkai
tengadah mengharap kaulihat aku

Leluka, kata masih terengkrami
dalam pelupuk pejam
kejam, sungguh kejam
engkau bintang yang ingin kumiliki,
terbakar tanganku saat kusentuh
indahnya pun tak dapat dimiliki,
hanya abadi sebagai kenangan

Halimun  memburai kelumuni raga
tak jua peluh, menetas pada pelupuk
tak mampu tertahan, terburai tangis
semua harus berakir, tanganku berdarah
wajahmu enggan kubasuh


06sept14  sd  08Nov.2015

 
MANTRA MENGUSIR JENGAH
 
Aku peringatkan, jangan kaudatang
Hanya luka menganga bernyanyi
Sendu dengan irama riang
Jika itu kau mau
 Bukan aku orangnya, temanmu bercengkrama
Tentang luka mendayu-dayu.
 
Sekali lagi aku peringatkan, jangan datang lagi
Jika kautetap sama, berkata
 Lupa
Kau takpernah lupa
Namun hafal dengan kekhilafan
Kaugemari nikmati benci.
 
Untuk terakhir kali, jangan kaudatang
Terbanglah ke ujung langit
Tak berbatas luas
Terbanglah hinggap pohon-pohon
Tanpa pucuk
Terbanglah pada gunung-gunung
Tak berpuncak
Engkau aniaya, jika tak kauturuti
Binasalah kau!
2-4 September 2014




KETIKA CINTA JATUH CINTA

Ya akulah cinta, bara api itu gejolakku
yang perlahan didiamkan tumpukan dedaunan resah
embusan angin itu rayuanmu, kautiupkan aksara-aksara lembut.
Berkobarlah aku, membumbung asap kekaguman. Aku terperanga akan itu.
Dahan yang aku ratapi, kini kembali dikeringkan panas asap-asap itu.
Aku terjatuh terbakar sendiri, namun bahagai

Bahagiaku senyum-madumu, terkecap
bibir-bibir mawar yang merekah
Lukaku, saat senyum bosanmu menjadi bisa
:melumpuhkan insan yang enggan bicara
di sampingmu, memandang membatu

Batu itu keangkuhanku, tegak menantangmu.
Kaulah penggodam, selalu menempa. Aku hanya diam.
Aku pun mendebu, berjelaga di hidungmu.
Air itu kesadaranmu, akan kauhilangkan aku yang tak berdaya lagi.
Apa pun itu kau puisiku


Endapan Lampung Timur, 02-03 September 2014



DI BALIK KENINGMU

Aku bersembunyi di balik
Ponimu, berbintik-bintik
Kerinduan mencuat
Dari pori-pori.

Aku bersembunyi di balik
Batok kepalamu
Mencari tempat untuk
Bertakhta, menaklukkanmu.

Engkau temboki aku
Agar kelak tak terus berkuasa.
Aku lumut yang menempel pada tembok-tembok
Dengan kesabaran terus berusaha melapukkan
Segala keegoisan
Yang ada di balik kepalamu
Bahwa aku masih gaib
Menyusup keheningan keningmu
Aku yakin kelak, jadi nyata.

Coretan, 29 Agustus 2014





KERAGUAN YANG MEYAKINKAN

Aku ingin merengkuh
Rembulan dengan keragu-raguan
Agar kelak saat aku
Mampu memelukmu
Tetap meragu
Dan terus berusaha tak meragu.

Aku ingin merengkuh
Keraguan cintamu
Hingga aku semakin berusaha semakin
Meragu

Agar aku terus
Mencintaimu
Hingga kematian bukan
Keraguan lagi
Dan hanya cinta abadi
Sebagai obatmu atas
Keragauan kepada cintaku.

Coretan 29-30 Agustus 2014




SRIKANDI TAMAN BUNGA

Tegasnya kupu-kupu itu tak mudah ditaklukkan
terbang bebas, dingin, dan angker.

Tak disangka banyak bunga yang tertipu
ia bebas memberi perhatian sama, siapa pun.
Kamilah para bunga yang berlebihan mengartikan perhatian itu.

Kupu-kupu, kemana engkau terbang?
 kami di taman bunga, tak ada yang tahu.
Siapa yang tak mengidamkanmu Srikandi Taman Bunga?
mungkin hanya bunga bangkai yang buta dari keharuman.

Kota Metro-Lampung, 17 Juni 2013 pukul 14:53 WIB





EPILOG PENCARIAN JAWABAN PERTANYAAN SEMU

Suatu ketika hiduplah sesesok Anak Cinta
Menyelam kasih Ayah-Bunda
Hingga dewasa ia terus menyelami materi alam di kampus kehidupan
Asmara membuatnya curiga dan tak berdaya,

Rasa apa itu ia terus menelitinya
Dan siapa dia, ia ingin tahu peribadinya
Bagaimana berjumpa, ia ingin menaklukan hatinya

Lembaran-lembaran primbon ia buka, seirama dengan alunan waktu bernyanyi
Hingga usia merambat jemarinya juga tangan-tangannya
Formula penakluk hati belum jua terumuskan

“masamu akan habisk kawan!”
Suatu pekikan gaib tak ia kenal mengganggu keseriusannya
“sebentar lagi”

Hingga ...
Tiba saatnya mata kian buram, pendengaran kian membesing,
tangan tak kuat lagi membalikan lembaran.
“Cinta kawan kecilku, aku datang!” sesesok nenek tua
yang tak asing hadir di tengah nafas yang sudah tak setia
“Aku mencintaimu” dua kata terakhir yang terucap, jawaban
akan pertanyaan ramuan apa ia dapat menaklukan hati Asmara.

04 05 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar